[Book Review, Event] #5BukuDalamHidupku: 5 cm oleh Donny Dhirgantoro

http://irwanbajang.com/2013/11/5bukudalamhidupku-sebuah-proyek-mudik-bareng-ke-blog-sendiri/

Akhirnya, hari terakhir proyek #5BukuDalamHidupku, walaupun aku cuma bisa posting 3 buku. Gak papa, sekali lagi yang penting kan esensinya *ngeles*. Nah, kali ini aku mau bahas buku yang bikin aku penasaran. Buku ini judulnya ngirit banget: 5cm. Waktu aku pertama kali tahu buku ini ternyata juga orang nggak terlalu heboh gembar-gembor. Setelah dibuat filmnya baru orang-orang pada heboh ngobrolin buku ini. Padahal kalau menurutku sih, biasa aja. No hard offense, ya, ini cuma sharing. Tapi kenapa aku masukkan buku ini dalam post #5BukuDalamHidupku? Inilah ceritanya...

Judul: 5 cm
Penulis: Donny Dhirgantoro
Penerbit: Grasindo
Tahun: 2005

Aku dan adikku cowok jaraknya 2 tahun. Dia tipe orang sibuk yang nggak pernah di rumah. Kalau ditanya lagi ada di mana, jawabannya macem-macem. Pernah dia bilang lagi rafting, caving, panjat tebing, atau naik gunung. Makanya waktu mampir ke kamarnya yang ada banyak benda-benda aneh seperti pisau parang panjang, kompas, senter, serta pameran foto-foto pemandangan yang bikin ngiri, aku juga nemu sebuah buku. Menurutku itu aneh, karena bukunya berwarna hitam legam dan judulnya pun cuma tiga karakter. Selain buku-buku yang gambar sampulnya pemandangan bagus-bagus, buku ini jadi seperti salah tempat. Setelah kubaca sinopsis di belakang bukunya, jadi makin mikir, apa iya adikku itu suka novel? Menilik judulnya yang nyentrik, bisa aja itu buku sastra. Maka, aku pun makin mengerutkan kening penasaran dengan 5 cm.

Seperti biasa kalau nggak tertarik baca buku tertentu aku sukanya baca dari belakang. Karena masih nggak mudeng, aku baca satu bab paling belakang. Tambah penasaran, aku baca dari depan. Bab-bab pertama aku baca kok novel ini modelnya seperti teenlit ya? Kok bisa adikku tertarik baca teenlit? Maka aku terus membaca sampai bab-bab berikutnya.

Buku ini berkisah tentang persahabatan 5 orang yang punya kebiasaan aneh-aneh, tapi selalu berkumpul tiap ada kesempatan selama bertahun-tahun. Suatu saat, salah satu dari mereka mengusulkan agar mereka tidak bertemu selama 3 bulan karena saking seringnya mereka ketemuan. Bagi kelima sahabat itu, tidak bertemu selama 3 bulan saja menjadi tantangan dan beban berat, karena hampir tiap hari mereka ketemu, dan kalau nggak ketemu rasanya seperti makan sup tanpa garam. Tapi setelah 3 bulan ini mereka akan mengadakan suatu perjalanan melepas kangen yang nggak akan mereka lupakan.

Oh, baru mengerti aku setelah aku baca bab tentang pertemuan kembali kelima sahabat itu setelah 3 bulan dan aku juga menemukan kaitannya dengan adikku. Ternyata, bagi orang-orang macam adikku itu, puncak tertinggi adalah tantangan yang harus ditaklukkan. Perjalanan menuju puncak tertinggi itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Jatuh itu biasa, sering jatuh juga bikin jenuh dan capek, tapi berdiri lagi dan berjalan terus mau tidak mau harus dilakukan untuk bisa survive, walaupun capek dan pasti akan jatuh lagi. Tapi setelah mencapai puncak, rasanya bangga, lega dan percaya diri untuk bilang: aku bisa!

Memang, menurutku buku ini biasa aja. Nggak seheboh yang orang-orang bilang karena dibuat filmnya. Adikku sendiri berpendapat buku ini biasa aja karena dia juga udah biasa ke puncak. Tapi mencoba memahami karakter seseorang dari sebuah buku yang dibacanya itu jadi merasa lebih akrab. Jadi ngerti kenapa adikku baca buku ini mungkin karena ia menemukan orang yang sekarakter dengannya lewat buku itu. Ia juga bisa memahami dirinya sendiri.

Tapi ternyata banyak juga yang salah kaprah. Naik gunung itu juga harus penuh persiapan. Hal itu sayangnya kurang dibahas dalam buku ini. Aku sendiri diwanti-wanti untuk sering jogging dan jalan jauh sebelum naik gunung untuk orang yang belum terbiasa. Kalau adikku yang tiap minggu ke gua atau gunung pasti sudah terbiasa. Karena itulah banyak orang berpikir kalau semua orang pasti bisa naik gunung. Setelah itu jadi sering denger berita ada anak-anak muda yang tanpa persiapan mencoba naik gunung Merapi. Kalau gara-gara sebuah novel rasanya jadi konyol. Nah, pelajaran yang bisa dipetik dari novel ini yaitu, jangan ditelan mentah-mentah segala informasi yang diterima. Dipikir dulu masak-masak sebelum ditiru. Oiya, aku juga suka karakter Ian yang ternyata setelah vakum ketemu sama sahabatnya bisa menyelesaikan skripsinya. Padahal waktu sering kumpul, skripsinya tertunda terus. Huff, apa mungkin aku juga perlu menyendiri untuk menyelesaikan skripsi ya? *eh*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar