[Book Review] Lost Man’s Lane oleh Anna Katherine Green

Judul: Lost Man’s Lane
Penulis: Anna Katherine Green (1899)
Penerjemah: Selviya Hanna
Penyunting: Fitria Pratiwi
Penerbit: Visimedia (2013)
Edisi Bahasa Indonesia, Softcover, 380 hlm.
Birthday gift from BBI Joglosemar

Blurb:

RUMAH TUA, KERETA HANTU, & JALAN PENUH MISTERI
Setelah berhasil memecahkan kasus pembunuhan di Gramecy Park, New Yok, Amelia Butterworth, si detektif penempuan yang modis kini diminta Mr. Gryce untuk memecahkan kasus aneh di sebuah desa. Empat orang yang melintasi jalan hilang tanpa jejak. Sebuah mitos tentang kereta hantu dan empat buah rumah dengan penghuni yang tidak biasa di sepanjang jalan itu menjadi pembuka misteri hilangnya para korban.

Apakah benar kasus ini terkait dengan mitos kereta hantu yang membawa kesialan setiap orang yang melintas? Ataukah ada trik pembunuhan yang tidak biasa? Lalu siapa pelakunya? Untuk menyelidiki kasus ini, Amelia Butterworth harus meninggalkan kebiasaannya tinggal di lingkungan sosialita New York. Dia harus tinggal bersama keluarga teman sekolahnya, Althea, di sebuah desa terpencil dan mendapati rumah besar yang ditempatinya juga penuh misteri. Kedua putri Althea, Loreen dan Lucetta, sepertinya menyimpan sebuah rahasia yang tidak bisa mereka ceritakan kepada siapa pun. Mampukah Miss Butterworth mengungkapkan kisah di balik misteri yang tidak dapat dipecahkan oleh Kepolisian Metropolitan New York?


“Pada berbagai titik, pembaca akan berpikir bahwa mereka bisa menebak siapa pelaku kejahatan, tetapi ternyata tidak. Novel ini sangat dianjurkan untuk semua pecinta misteri.” 
– Janet Overmyer
“Cerita karya Anna Katherine Green adalah campuran dari teknik forensik yang kaya, teka-teki yang kompleks, dan karakterisasi rinci.” 
– South China Morning Post

Komentar:

Buku ini membuatku bergadang dari malam sampai pagi, dan membuatku mimpi buruk! Ketegangannya masih belum berakhir bahkan ketika aku dibuai mimpi. Dan aku bangun dengan kepala pusing karena hanya tidur dua jam, dibangunkan oleh mimpi buruk. Mimpi apa sih aku ini, ngerinya kok sampai segitunya? Yah, gimana nggak ngeri kalau aku mimpi jadi salah satu korban di Jalan Orang Hilang.

Disini kita berkenalan dengan salah satu tokoh ‘penyelidik tidak resmi’ wanita yang pemberani, bernama Amelia Butterworth. Setting tempat dan waktu kisah ini adalah di New York abad ke 19. Miss Butterworth mengunjungi anak-anak teman dekatnya di suatu desa terpencil. Mr. Gryce, detektif dari Kepolisian Metropolitan New York sudah mewanti-wantinya (walaupun ia juga memintanya untuk menyelidiki) bahwa tempat tinggal kenalannya itu ada di Jalan Orang Hilang, di mana beberapa orang yang melewatinya, kesemuanya lelaki yang tidak tinggal di tempat itu, hilang bagai ditelan bumi. Bahkan jasadnya tak ditemukan di mana pun.

Ketegangan dimulai ketika Miss Butterworth sampai di tempat itu. Seluruh warga desa menggunjingkan kedatangannya dan menakut-nakutinya dengan berbagai cerita seram. Ditambah lagi dengan kenalan-kenalannya yang ternyata tidak ramah dan terkesan menyembunyikan sesuatu. Tetangga-tetangga yang tinggal di jalan itu juga semuanya aneh, walaupun jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Jalan itu memang sepi, karena sebagian besar diisi pepohonan dan sesemakan yang lebat di kebun-kebunnya dan bersebelahan dengan belantara hutan pinus. Kalau ini cerita hantu, aku nggak akan setakut ini, karena semua kejadian ini mengakibatkan kematian yang jelas-jelas dilakukan oleh manusia.

Lima bab awal yang pendek-pendek di kisah ini kubaca dalam dua hari. Karena ini tergolong cerita klasik walaupun terjemahan, cerita ini dihiasi dengan kalimat-kalimat super panjang dan njelimet, yang harus kubaca beberapa kali. Aku bisa membayangkan kalau penerjemah dan editornya pusing dengan tulisan aslinya. Tapi setelah lima bab awal yang melelahkan itu, aku semakin ‘masuk’ ke dalam cerita dan sulit untuk ‘keluar’ dan meletakkannya sebelum aku bisa menyelesaikannya. Aku merasa bisa membacanya lebih cepat, karena mungkin aku sudah mulai terbiasa dengan tulisannya, atau karena ketegangan ceritanya.

Sungguh, aku nggak tahan dengan siksaan kalimat-kalimat panjang itu yang semakin membuatku tegang dan bergidik ngeri. Tapi aku nggak bisa meletakkan buku ini begitu saja, sebelum aku tahu rahasia yang menyebabkan cerita ini begitu ngeri, sampai aku rela bergadang semalaman. Ditambah setting klasiknya yang masih menggunakan penerangan berupa lentera dan lilin, membuat kegelapan jadi momok menakutkan.

Kisahnya mengalir dengan gamblang, dan karena menggunakan kata ganti orang pertama, kita bisa mengikuti pemikiran Miss Amelia Butterworth yang luar biasa ini. Kita akan merasa benar-benar menjadi dirinya dalam petualangannya yang menegangkan mengungkap rahasia Jalan Orang Hilang ini. Mungkin karena itu juga aku jadi bermimpi buruk, sebab Miss Butterworth sendiri juga hampir menjadi korban di sini. Hiiiiiyyyyy~

Misterinya tidak bisa dibilang sederhana, walaupun jawabannya bisa ditebak. Itulah anehnya. Biasanya aku kesal jika bisa menebak pelaku dengan mudah di cerita detektif. Tapi di sini, walaupun aku bisa menebaknya, keseluruhan kasus ini begitu luar biasa. Jadi aku bisa menerimanya dengan puas hati.

Karakter Amelia Butterworth adalah seorang wanita pemberani dan aku menyukainya. Salah satu karakter lain yang membuatku terkejut di kisah ini adalah William Knollys yang tidak ramah, kejam, dan meledak-ledak. Kalian akan tahu kalau kalian membacanya sendiri.

Jika kalian adalah pembaca yang mengharapkan bacaan yang akan membangkitkan adrenalin karena kengerian, keseraman, dan ketegangan suatu cerita, menurutku ini salah satu cerita yang cocok. Ditambah lagi karena siksaan slow motion ceritanya dan kalimat-kalimat panjang yang justru akan memacu adrenalin. Dijamin bisa membuat kalian melek sampai pagi atau bangun karena mimpi buruk.

Oiya, aku juga mau berterima kasih pada warga BBI Joglosemar atas kado buku ini buat arisan ultahku! Terima kasih! Baru buku ini yang selesai dibaca *ups*.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar