Makan Malam Bersama Dewi Gandari by Indah Darmastuti
My rating: 3 of 5 stars
Penerbit: Bukukatta (2016)
Paperback, Edisi Bahasa Indonesia, 127 hlm.
Blurb:
Waktu adalah faktor penting dalam permainan
Waktu menguasai irama pada gerak, pada pertemuan dan percakapan
Dari pertemuan dan percakapan, manusia melahirkan kisah dan mengungkapkan dirinya dalam kuasa waktu, sebagai manusia yang perlu berbahagia, sebagai manusia yang dirundung duka lara, sebagai manusia sial atas nasib, sebagai manusia yang harus memberikan perhitungan atas nasib hidupnya.
Dan tak pelak lagi, semua ini semakin mengkristal dalam sosok-sosok perempuan. Seorang perempuan atau tokoh perempuan dalam banyak kasus adalah yang paling merasakan penderitaan tiap-tiap perjuangan kemanusiaan, bahkan sering menjadi korban-korbannya seperti yang menggema dalam kisah-kisah Indah di buku ini.
Aku mungkin hanya ingin membaca cerita-cerita Indah di buku ini dalam gerak perlintasan sastra Indonesia yang sudah memasuki ruang pasca-Indonesia—kata yang dipopulerkan Romo Mangunwijaya. Dan, sebagaimana aku membaca Romo Mangunwijaya, Indah juga begitu banyak mengambil arus kemanusiaan yang menjadi serat dasar kisah-kisahnya, tentu saja dengan intensitas yang berbeda.
Indah Darmastuti lahir dan tinggal di Solo. Mengasuh kegembiraan dan mengasah kegemaran bersama teman-teman Buletin Sastra Pawon-Solo. Menerbitkan novel: Kepompong (2006) dan kumpulan novelette: Cundamanik (2012).
Review:
Tulisan-tulisan yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini semuanya sangat indah, seindah nama penulisnya. Hanya dengan kumpulan karakter yang jumlahnya tak seberapa, mampu memerangkap sebanyak mungkin bentuk emosi di dalamnya. Memang ada banyak kegetiran, tapi bentuk perasaan lain yang mendalam juga terungkap dalam beberapa cerpen lainnya.
My rating: 3 of 5 stars
Penerbit: Bukukatta (2016)
Paperback, Edisi Bahasa Indonesia, 127 hlm.
Blurb:
Waktu adalah faktor penting dalam permainan
Waktu menguasai irama pada gerak, pada pertemuan dan percakapan
Dari pertemuan dan percakapan, manusia melahirkan kisah dan mengungkapkan dirinya dalam kuasa waktu, sebagai manusia yang perlu berbahagia, sebagai manusia yang dirundung duka lara, sebagai manusia sial atas nasib, sebagai manusia yang harus memberikan perhitungan atas nasib hidupnya.
Dan tak pelak lagi, semua ini semakin mengkristal dalam sosok-sosok perempuan. Seorang perempuan atau tokoh perempuan dalam banyak kasus adalah yang paling merasakan penderitaan tiap-tiap perjuangan kemanusiaan, bahkan sering menjadi korban-korbannya seperti yang menggema dalam kisah-kisah Indah di buku ini.
Aku mungkin hanya ingin membaca cerita-cerita Indah di buku ini dalam gerak perlintasan sastra Indonesia yang sudah memasuki ruang pasca-Indonesia—kata yang dipopulerkan Romo Mangunwijaya. Dan, sebagaimana aku membaca Romo Mangunwijaya, Indah juga begitu banyak mengambil arus kemanusiaan yang menjadi serat dasar kisah-kisahnya, tentu saja dengan intensitas yang berbeda.
Indah Darmastuti lahir dan tinggal di Solo. Mengasuh kegembiraan dan mengasah kegemaran bersama teman-teman Buletin Sastra Pawon-Solo. Menerbitkan novel: Kepompong (2006) dan kumpulan novelette: Cundamanik (2012).
Review:
Tulisan-tulisan yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini semuanya sangat indah, seindah nama penulisnya. Hanya dengan kumpulan karakter yang jumlahnya tak seberapa, mampu memerangkap sebanyak mungkin bentuk emosi di dalamnya. Memang ada banyak kegetiran, tapi bentuk perasaan lain yang mendalam juga terungkap dalam beberapa cerpen lainnya.