The Last of August by
Brittany Cavallaro
E-book, English edition, 317 pages
Published: February 14, 2017
My rating:
2 of 5 stars
★★☆☆☆
Blurb:
Watson and Holmes: A match made in disaster.
Jamie Watson and Charlotte Holmes are looking for a winter-break reprieve after a fall semester that almost got them killed. But Charlotte isn’t the only Holmes with secrets, and the mood at her family’s Sussex estate is palpably tense. On top of everything else, Holmes and Watson could be becoming more than friends—but still, the darkness in Charlotte’s past is a wall between them.
A distraction arises soon enough, because Charlotte’s beloved uncle Leander goes missing from the estate—after being oddly private about his latest assignment in a German art forgery ring. The game is afoot once again, and Charlotte is single-minded in her pursuit.
Their first stop? Berlin. Their first contact? August Moriarty (formerly Charlotte’s obsession, currently believed by most to be dead), whose powerful family has been ripping off famous paintings for the last hundred years. But as they follow the gritty underground scene in Berlin to glittering art houses in Prague, Holmes and Watson begin to realize that this is a much more complicated case than a disappearance. Much more dangerous, too.
What they learn might change everything they know about their families, themselves, and each other
Trigger warning: violence, self-harm, toxic relationship.
Peringatan: kekerasan, menyakiti diri sendiri, hubungan beracun.
Ulasan:
Luar biasa bingung dengan jalan cerita dan maunya si penulis ini apa. Plot twist, plot twist, plot twist, lalu tiba-tiba antiklimaks. Rasanya ingin banting hape tapi kok eman-eman. Akhirnya cuma bisa tergagap-gagap nggak jelas karena mau berkata kasar pun nggak tega.
Kesel bin nggonduk dengan kelakuan tiga anak ini: Charlotte, Jamie, dan surprisingly, Milo. Bisa-bisanya Milo karakternya jadi rusak begitu. August dan Leander lumayan likeable, sayangnya porsi mereka yang digambarkan objektif sangat sedikit. Charlotte, Jamie, dan Milo jadi kentara sekali perannya sebagai anak yang dipaksa mengambil peran orang dewasa. Charlotte dan Jamie lumayan bisa dipahami. Tapi Milo? Kok bisa, sih??? Whyyyy???
Sudut pandang penceritaan orang pertama oleh Jamie yang di beberapa bagian digantikan oleh Charlotte membuat penggambaran cerita tidak bisa netral. Pasti ada keterlibatan penilaian subjektif dari Jamie dan Charlotte. Jamie, bisa dimaklumi, karena memang karakternya lebih ke perasaan dibandingkan Charlotte yang biasanya dingin dan perhitungan. Tapi Charlotte? Karakter Charlotte di sini sungguh berubah, menjadi sangat tidak jelas.
Dari segi penulisan, sudah berbeda dengan buku sebelumnya yang dimiripkan dengan penulisan Sir Arthur Conan Doyle. Dalam buku ini sepertinya penulis sudah menemukan gayanya sendiri. Awalnya rapi, saya suka. Saya juga sangat menantikan seperti apa menjadi Watson di rumah yang penuh dengan Holmes ketika Jamie gantian menghabiskan liburan di rumah Charlotte. Gaya khas penulisannya ala cerita young-adult, jadi penikmat cerita macam ini mungkin menyukainya. Tapi semakin menuju akhir, plotnya berantakan.
Misterinya nggak jelas. Metode pemecahannya apalagi. Charlotte yang plin-plan ditambah Jamie yang cemburuan membuat saya kesal dengan pertengkaran nggak penting mereka. Hanya August yang lumayan waras. Bahkan Milo yang biasanya berkepala dingin pun jadi ikut-ikutan bertingkah nggak masuk akal. Membaca buku ini membuat saya lebih menyukai jalan cerita pemecahan misteri di buku pertamanya. Lebih greget.
Saya hanya bisa memberikan nilai lebih untuk penggambaran interaksi antara Leander dan James, ayah Jamie, yang menunjukkan hubungan partnership yang hangat. Lalu, interaksi Milo dan Charlotte sewaktu di kediaman Milo juga lumayan menarik, melihat mereka berdua yang mengaku tidak saling menyukai tapi tergantung satu sama lain dan saling menggoda layaknya kakak-adik biasa (karena latar belakang mereka yang luar biasa membuat mereka tidak bisa hanya menjadi sekedar kakak-adik biasa).
Adegan waktu Charlotte sengaja menyenggol siku kakaknya sewaktu menyeruput kopi dan membuat kopinya tumpah mengenai kemeja membuat saya terbahak. Saya juga menyukai interaksi Charlotte dengan Shelby, adik Jamie, membuat Charlotte jadi terlihat tidak sedingin biasanya. Jamie pada awalnya sangat manis. Tapi setelah bertemu dengan August, dia berubah menjadi sangat menyebalkan. Ia sengaja bersikeras untuk tidak menyukai August, padahal dia tahu sendiri August sangat menyenangkan.
Saya menyayangkan ide cerita yang keren ini jadi berantakan karena penulisan plotnya tidak rapi. Plot twist-nya suka tiba-tiba muncul entah dari mana, tanpa ada pertanda apa pun. Logika bolongnya tidak terjelaskan. Atau sengaja ditutup dengan adegan ekstrim yang tiba-tiba. Sewaktu membalik halaman dan tidak ada penjelasan di baliknya, saya merasa sangat kesal. Jadi, 2★ aja.
View all my reviews
Tentang penulis:
Brittany Cavallaro is a poet, fiction writer, and old school Sherlockian. She is the New York Times bestselling author of the Charlotte Holmes novels from HarperCollins/Katherine Tegen Books, including A STUDY IN CHARLOTTE, THE LAST OF AUGUST, and THE CASE FOR JAMIE (forthcoming in March 2018). She's also the author of the poetry collection GIRL-KING (University of Akron) and is the recipient of a National Endowment for the Arts fellowship. She earned her BA in literature from Middlebury College and her MFA in poetry from the University of Wisconsin-Madison. She lives in Michigan with her husband, cat, dog, and collection of deerstalker caps.