Children of Blood and Bone (Legacy of Orïsha #1) by Tomi Adeyemi
Format: 544 pages, Audiobook by Storytel, English edition
Narrator: Bahni Turpin
Published: March 6, 2018
My rating: 4 of 5 stars
★★★★☆
Ternyata, perlu waktu lama untuk menyelesaikan buku ini. Aku mengalami beberapa kendala, di antaranya:
1. Buku ini menggunakan bahasa daerah negara Nigeria sesekali, yang tidak familiar kudengar. Sebetulnya hal ini sangat menarik dan menjadi pengalaman baru buatku. Apalagi buku ini menyebutkan sihir yang membuat mantra menjadi lebih magis menggunakan bahasa yang tidak familiar di telinga. Sayangnya hal ini juga jadi bikin bacanya lamban.
2. Di luar ekspektasi, buku ini sangat panjang. Jadi untukku tidak bisa sekali duduk menyelesaikannya. Apalagi ini buku pertama dari sebuah serial, jadi pembangunan dunianya harus dipahami dan bisa dibayangkan untuk mengetahui keseluruhan ceritanya. Sebetulnya ceritanya sangat menarik, tapi entah ya, bagiku yang di umur ini rasanya kurang 'klik'. Faktor umur mempengaruhi untuk menikmati ceritanya. Kalau aku berumur 10 tahun lebih muda, mungkin aku akan lebih menyukainya.
3. Walaupun di judulnya ada kata 'children', buku ini tidak untuk 'children' ya, sodara-sodara. Aku kaget banget waktu nyambungin bluetooth biar audio-nya bisa disetel di radio mobil, ternyata pas ada adegan kissing 😖 terus ada adikku jadi penumpang, kan malu banget! Trus adegannya tuh bukan yang santai gitu loh, jadi beneran kissing yang hot 😖! Untungnya adikku selow. Jadi buku ini memang untuk young-adult.
Itu bagian beberapa kendalanya. Tapi di samping kendala-kendala tersebut, buku ini cukup menarik dan ini beberapa hal yang aku suka:
1. Settingnya di Nigeria yang menjadi pengalaman baru buatku untuk membaca buku di setting negara tersebut dengan cuilan percakapan dengan bahasa daerah negara tersebut. Awalnya aku tidak tahu di mana lokasi cerita ini. Aku malah menebak lokasinya di New Orleans, karena karakternya berkulit gelap, mungkin orang afrika-amerika, dan diliputi sihir. Tapi semakin didengar, sepertinya lokasinya di benua Afrika, tapi masih belum tahu lokasi negaranya di mana. Baru mulai tertebak di Nigeria ketika menyebutkan nama salah satu kota di negara tersebut, seperti Lagos.
2. Penggambaran ceritanya luar biasa. Karena aku sudah menonton Black Panther, bayanganku agak terpengaruh film tersebut. Tapi keren banget sih. Emosi ikut diaduk-aduk. Buku ini menggunakan 4 karakter sebagai sudut pandang yang masing-masing latar belakangnya dibangun dengan kuat. Aku sampai nggak tahu siapa dari ke-4 orang itu yang jadi karakter utama. Tapi sepertinya memang keempatnya dibuat sama kuat pengaruhnya di cerita. Kalau yang paling menonjol dan paling berpengaruh di aku sebagai pembaca adalah Zélie. Walaupun aku awalnya tidak terlalu suka Zélie yang meledak-ledak, tapi emosinya yang menurutku banyak dieksplor dan paling kena di aku. Terutama ketika dia udah ketemu sama Inan, wow... emosi keduanya jadi kayak angin topan dan aku terseret di dalamnya. Inan juga menarik karena dia mengalami pergulatan batin mengenai dirinya yang sebenarnya. Pokoknya pas kedua orang ini ketemu, aku membayangkannya seperti dua gasing yang saling beradu. Seru-spicy-nagih!
3. Naratornya keren banget! Buku ini berbahasa Inggris tapi dibacakan dengan logat khas Nigeria (sepertinya) jadi settingnya melekat kuat ke pembaca. Ketika berpindah karakter, nada dan nuansa suaranya juga ikut diubah sesuai dengan karakternya, jadi aku tidak bingung mendengarkan sudut pandang siapa yang sedang bercerita. Untungnya juga, karakter yang menjadi sudut pandang cuma 4, jadi nggak terlalu banyak. Tapi karena logat bahasanya baru bagiku, aku tidak bisa mempercepat bacaannya. Biasanya kalau membacanya terlalu lamban, aku sering meningkatkan kecepatan bacaannya agar cepat selesai. Untuk buku ini, sayangnya aku nggak bisa mempercepat karena kalau dipercepat aku nggak paham sama ceritanya. Menurutku kecepatan baca audiobook ini sudah pas, dan ketika didengarkan juga tidak gampang ngantuk, cuma aku tu gampang banget terdistraksi jadi sering banget kuulang-ulang untuk didengarkan.
Jadi, itu tadi kesanku membaca audiobook ini. Rasanya seperti baca The Hunger Games, The Maze Runner, dan Red Queen sekaligus. Buku ini sebetulnya menarik, tapi aku sedang kesulitan untuk memusatkan perhatian karena sedang hectic, jadi untuk melanjutkan seri ini kayaknya nanti dulu deh. Padahal aku penasaran sama kelanjutan cerita Zélie dan Inan... 😿😿😿😿😿
View all my reviews
Format: 544 pages, Audiobook by Storytel, English edition
Narrator: Bahni Turpin
Published: March 6, 2018
My rating: 4 of 5 stars
★★★★☆
Blurb:
They killed my mother.
They took our magic.
They tried to bury us.
Now we rise.
Zélie Adebola remembers when the soil of Orïsha hummed with magic. Burners ignited flames, Tiders beckoned waves, and Zélie’s Reaper mother summoned forth souls.
But everything changed the night magic disappeared. Under the orders of a ruthless king, maji were killed, leaving Zélie without a mother and her people without hope.
Now Zélie has one chance to bring back magic and strike against the monarchy. With the help of a rogue princess, Zélie must outwit and outrun the crown prince, who is hell-bent on eradicating magic for good.
Danger lurks in Orïsha, where snow leoponaires prowl and vengeful spirits wait in the waters. Yet the greatest danger may be Zélie herself as she struggles to control her powers and her growing feelings for an enemy.
Review:
Nah jadiii, aku milih bacaan ini karena pengin pengalaman baru secara audio. Buku ini dianugerahi audiobook of the year, tepatnya Audie Award for Audiobook of The Year tahun 2019. Sebagai penyuka berat audiobook, buku ini sangat menggoda untuk dibaca, sekaligus kepingin tahu sebagus apa buku ini dinikmati lewat telinga.Ternyata, perlu waktu lama untuk menyelesaikan buku ini. Aku mengalami beberapa kendala, di antaranya:
1. Buku ini menggunakan bahasa daerah negara Nigeria sesekali, yang tidak familiar kudengar. Sebetulnya hal ini sangat menarik dan menjadi pengalaman baru buatku. Apalagi buku ini menyebutkan sihir yang membuat mantra menjadi lebih magis menggunakan bahasa yang tidak familiar di telinga. Sayangnya hal ini juga jadi bikin bacanya lamban.
2. Di luar ekspektasi, buku ini sangat panjang. Jadi untukku tidak bisa sekali duduk menyelesaikannya. Apalagi ini buku pertama dari sebuah serial, jadi pembangunan dunianya harus dipahami dan bisa dibayangkan untuk mengetahui keseluruhan ceritanya. Sebetulnya ceritanya sangat menarik, tapi entah ya, bagiku yang di umur ini rasanya kurang 'klik'. Faktor umur mempengaruhi untuk menikmati ceritanya. Kalau aku berumur 10 tahun lebih muda, mungkin aku akan lebih menyukainya.
3. Walaupun di judulnya ada kata 'children', buku ini tidak untuk 'children' ya, sodara-sodara. Aku kaget banget waktu nyambungin bluetooth biar audio-nya bisa disetel di radio mobil, ternyata pas ada adegan kissing 😖 terus ada adikku jadi penumpang, kan malu banget! Trus adegannya tuh bukan yang santai gitu loh, jadi beneran kissing yang hot 😖! Untungnya adikku selow. Jadi buku ini memang untuk young-adult.
Itu bagian beberapa kendalanya. Tapi di samping kendala-kendala tersebut, buku ini cukup menarik dan ini beberapa hal yang aku suka:
1. Settingnya di Nigeria yang menjadi pengalaman baru buatku untuk membaca buku di setting negara tersebut dengan cuilan percakapan dengan bahasa daerah negara tersebut. Awalnya aku tidak tahu di mana lokasi cerita ini. Aku malah menebak lokasinya di New Orleans, karena karakternya berkulit gelap, mungkin orang afrika-amerika, dan diliputi sihir. Tapi semakin didengar, sepertinya lokasinya di benua Afrika, tapi masih belum tahu lokasi negaranya di mana. Baru mulai tertebak di Nigeria ketika menyebutkan nama salah satu kota di negara tersebut, seperti Lagos.
2. Penggambaran ceritanya luar biasa. Karena aku sudah menonton Black Panther, bayanganku agak terpengaruh film tersebut. Tapi keren banget sih. Emosi ikut diaduk-aduk. Buku ini menggunakan 4 karakter sebagai sudut pandang yang masing-masing latar belakangnya dibangun dengan kuat. Aku sampai nggak tahu siapa dari ke-4 orang itu yang jadi karakter utama. Tapi sepertinya memang keempatnya dibuat sama kuat pengaruhnya di cerita. Kalau yang paling menonjol dan paling berpengaruh di aku sebagai pembaca adalah Zélie. Walaupun aku awalnya tidak terlalu suka Zélie yang meledak-ledak, tapi emosinya yang menurutku banyak dieksplor dan paling kena di aku. Terutama ketika dia udah ketemu sama Inan, wow... emosi keduanya jadi kayak angin topan dan aku terseret di dalamnya. Inan juga menarik karena dia mengalami pergulatan batin mengenai dirinya yang sebenarnya. Pokoknya pas kedua orang ini ketemu, aku membayangkannya seperti dua gasing yang saling beradu. Seru-spicy-nagih!
3. Naratornya keren banget! Buku ini berbahasa Inggris tapi dibacakan dengan logat khas Nigeria (sepertinya) jadi settingnya melekat kuat ke pembaca. Ketika berpindah karakter, nada dan nuansa suaranya juga ikut diubah sesuai dengan karakternya, jadi aku tidak bingung mendengarkan sudut pandang siapa yang sedang bercerita. Untungnya juga, karakter yang menjadi sudut pandang cuma 4, jadi nggak terlalu banyak. Tapi karena logat bahasanya baru bagiku, aku tidak bisa mempercepat bacaannya. Biasanya kalau membacanya terlalu lamban, aku sering meningkatkan kecepatan bacaannya agar cepat selesai. Untuk buku ini, sayangnya aku nggak bisa mempercepat karena kalau dipercepat aku nggak paham sama ceritanya. Menurutku kecepatan baca audiobook ini sudah pas, dan ketika didengarkan juga tidak gampang ngantuk, cuma aku tu gampang banget terdistraksi jadi sering banget kuulang-ulang untuk didengarkan.
Jadi, itu tadi kesanku membaca audiobook ini. Rasanya seperti baca The Hunger Games, The Maze Runner, dan Red Queen sekaligus. Buku ini sebetulnya menarik, tapi aku sedang kesulitan untuk memusatkan perhatian karena sedang hectic, jadi untuk melanjutkan seri ini kayaknya nanti dulu deh. Padahal aku penasaran sama kelanjutan cerita Zélie dan Inan... 😿😿😿😿😿
About the Author:
Tomi Adeyemi is a Nigerian-American writer and creative writing coach based in San Diego, California. Her debut novel, CHILDREN OF BLOOD AND BONE, comes out March 6th, 2018 and the movie is currently in development at Fox with the producers of Twilight and The Maze Runner attached. After graduating Harvard University with an honors degree in English literature, she received a fellowship that allowed her to study West African mythology and culture in Salvador, Brazil. When she’s not working on her novels or watching Scandal, she can be found blogging and teaching creative writing to her 3,500 subscribers at tomiadeyemi.com. Her website has been named one of the 101 best websites for writers by Writer’s Digest.View all my reviews