Judul: Pembunuhan di Sungai Nil
Judul asli: Death on The Nile
Penulis: Agatha Christie (1937)
Alih bahasa: Mareta
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2011
"Une qui aime et une qui se laisse aimer
-- seorang yang mencinta dan seorang yang menjauhi cinta"
- Hercule Poirot -
Linnet Ridgeway adalah gadis yang memiliki segalanya. Wajahnya cantik,
rambutnya pirang berombak dan ditata rapi, serta memiliki kekayaan yang
berlimpah. Umurnya belum dua puluh satu dan ia akan menikah dengan Lord
Windlesham. Tapi pertemuannya dengan kawan masa kecilnya, Jacqueline
"Jackie" de Bellefort bersama tunangannya Simon Doyle membuat masa depan
Linnet berubah. Linnet kemudian menikah dengan Simon Doyle dan Jackie
menjadi patah hati.
Pasangan muda itu berbulan madu ke Mesir, tanpa sengaja bertemu dengan
Hercule Poirot yang juga sedang berlibur ke Mesir. Selain Linnet dan Simon,
ternyata Jackie mengikuti ke mana pun mereka pergi. Linnet ketakutan
sedangkan Simon jengkel, tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Di
sekeliling mereka pun ternyata banyak orang yang 'kebetulan' juga berlibur
ke Mesir dan merupakan kenalan Linnet, tentu saja, karena Linnet bisa
disebut selebriti karena kekayaannya dan pernikahannya yang kontroversial.
Simon dan Linnet akan bertamasya menyusuri Sungai Nil dengan kapal Karnak
dengan diam-diam agar tidak diikuti Jackie. Rombongan yang akan ikut dalam
kapal tersebut selain Simon dan Linnet adalah: Louise pelayan Linnet, Mrs.
Allerton dan anak laki-lakinya Tim, Mrs. Otterbourne dan anak gadisnya
Rosalie, Miss. Van Schuyler bersama perawatnya Miss Bowers dan keponakannya
Miss Robson, wali Linnet Mr. Pennington, Mr. Richetti si arkeolog, Dr.
Bessner seorang dokter, Mr. Fanthorp seorang pengacara, dan Mr. Ferguson
yang sepertinya seorang perusuh, serta Jackie yang ternyata juga ikut dalam
rombongan, dan tentu saja Hercule Poirot. Tak dipungkiri bahwa perjalanan
tamasya ini akan menjadi penuh intrik.
Dalam perjalanan, rombongan tersebut berhenti dan turun di beberapa tempat
rekreasi, seperti piramida. Tanpa sengaja, Hercule Poirot bertemu dengan
kawannya, Kolonel Race yang sedang menyelidiki seorang pembunuh berdarah
dingin yang berada dalam rombongan Karnak. Kolonel Race kemudian ikut dalam
rombongan kapal tersebut. Suasana dalam kapal itu selalu tegang dengan
adanya Jackie yang menguntit pasangan Simon dan Linnet. Hampir semua orang
tahu bahwa pasti akan ada drama yang terjadi. Benar saja, pada suatu dini
hari, terjadi drama yang melibatkan Simon dan Jackie disaksikan Miss. Robson
dan Mr. Fanthorp. Jackie menembak kaki Simon setelah mereka bertengkar
karena mabuk. Miss. Robson memapah Jackie untuk menemui si perawat, Miss.
Bowers dan Mr. Fanthorp berlari untuk menemui Dr. Bessner untuk merawat
Simon yang lumpuh. Kelihatannya malam itu telah beres, tapi tragedi lain
terjadi pada pagi harinya. Linnet Doyle mati ditembak dalam tidurnya.
Gadis itu terbaring miring. Posisinya wajar dan tenang. Tapi di atas telinganya ada lubang kecil dengan bekas darah kering di sekelilingnya.
Kemudian pandangan Poirot tertuju pada dinding putih di depannya, dan ia menarik napas dalam-dalam.
Dinding putih bersih itu dikotori huruf "J" berwarna merah kecokelat-cokelatan yang ditulis dengan gemetar. Poirot membungkuk di atas mayat gadis itu, dan dengan hati-hati mengangkat tangan kanan si gadis. Salah satu jarinya bernoda merah kecokelatan...
Poirot dan Race beraksi. Dengan banyaknya tersangka, petunjuk, kesaksian yang tumpang tindih, kebohongan dan kebenaran yang sulit dipercaya, rasanya sulit untuk menangkap pelakunya. Tapi bukan Hercule Poirot namanya jika masalah ini tidak terpecahkan. Bukan hanya masalah pembunuhan Linnet, tapi juga masalah-masalah lain dalam rombongan ini. Yang jelas, liburan Hercule Poirot menjadi kacau balau karenanya.
Kisah ini sebetulnya sudah pernah aku ikuti dalam
game
berjudul sama: Death on The Nile. Kurang lebih kisah yang diceritakan
dalam novel dan game sama. Tapi banyak detail cerita yang terlewat kalau
tidak baca novelnya. Kesan novel ini adalah: bertabur bintang. Banyak sekali
tokohnya dan masing-masing memiliki porsi yang cukup dan diceritakan
semuanya. Ceritanya sendiri berbelit-belit karena banyak motif yang terlibat
dan ternyata masing-masing karakter pun memiliki kasus tersendiri, jadi
tidak ada kesaksian yang bisa dipercaya.
Mungkin kisah ini akan terasa membosankan karena sampai bab tiga belas belum ditemukan adanya pembunuhan. Ada beberapa insiden kecil seperti percobaan pembunuhan, tapi yang ditekankan disini adalah permainan perasaan seperti babak dan adegan dalam drama. Sisi psikologis dan emosional karakternya dieksplorasi mendalam. Tiap detail cerita memiliki latar belakang dan akibat yang saling berhubungan walaupun dilakukan oleh tokoh yang memiliki kepentingan sendiri-sendiri yang sebetulnya tidak saling berhubungan. Bagaimana mungkin, tamasya dalam kapal itu bisa memuat orang-orang yang berhubugan satu sama lain, hal itu sepertinya tanpa sengaja diatur oleh para tokoh yang berhubungan. Agatha Christie memang memikirkan segalanya, sehingga segala sesuatu yang dilakukan tokoh memiliki ujung pangkal yang jelas dan alasan mengapa tokoh perlu melakukan tindakan atau apakah penulis perlu membuat adegan itu. Itulah yang menjadi ciri khas karya Agatha Christie, segala sesuatunya dipikirkan, mengapa, apa sebabnya, dan bagaimana ia perlu membuat adegan tertentu dalam cerita. Karena itulah kalau menemukan ada karya yang sepertnya hanya sekedar memikirkan adegan dan tidak mengulas esensi mengapa diperlukan adegan tersebut rasanya menjadi tidak puas.
Selain bertabur bintang, misteri ini juga bertabur petunjuk. Karena game-nya sudah pernah aku mainkan, petunjuk yang ditemukan satu persatu itu pun jadi semakin asyik untuk diikuti dan dipecahkan maksudnya. Kalau menginginkan detail ceritanya, mending sih baca aja novelnya, tapi kalau pengin serunya permainan mencari petunjuk, silahkan mainkan game-nya. Kalau bagiku sih, keduanya asyik. Untuk ending, mengejutkan sebetulnya, tapi karena sudah pernah main game-nya dan tahu endingnya, dan karena ending dalam game terlalu flat, versi novelnya lebih oke.
Mungkin kisah ini akan terasa membosankan karena sampai bab tiga belas belum ditemukan adanya pembunuhan. Ada beberapa insiden kecil seperti percobaan pembunuhan, tapi yang ditekankan disini adalah permainan perasaan seperti babak dan adegan dalam drama. Sisi psikologis dan emosional karakternya dieksplorasi mendalam. Tiap detail cerita memiliki latar belakang dan akibat yang saling berhubungan walaupun dilakukan oleh tokoh yang memiliki kepentingan sendiri-sendiri yang sebetulnya tidak saling berhubungan. Bagaimana mungkin, tamasya dalam kapal itu bisa memuat orang-orang yang berhubugan satu sama lain, hal itu sepertinya tanpa sengaja diatur oleh para tokoh yang berhubungan. Agatha Christie memang memikirkan segalanya, sehingga segala sesuatu yang dilakukan tokoh memiliki ujung pangkal yang jelas dan alasan mengapa tokoh perlu melakukan tindakan atau apakah penulis perlu membuat adegan itu. Itulah yang menjadi ciri khas karya Agatha Christie, segala sesuatunya dipikirkan, mengapa, apa sebabnya, dan bagaimana ia perlu membuat adegan tertentu dalam cerita. Karena itulah kalau menemukan ada karya yang sepertnya hanya sekedar memikirkan adegan dan tidak mengulas esensi mengapa diperlukan adegan tersebut rasanya menjadi tidak puas.
Selain bertabur bintang, misteri ini juga bertabur petunjuk. Karena game-nya sudah pernah aku mainkan, petunjuk yang ditemukan satu persatu itu pun jadi semakin asyik untuk diikuti dan dipecahkan maksudnya. Kalau menginginkan detail ceritanya, mending sih baca aja novelnya, tapi kalau pengin serunya permainan mencari petunjuk, silahkan mainkan game-nya. Kalau bagiku sih, keduanya asyik. Untuk ending, mengejutkan sebetulnya, tapi karena sudah pernah main game-nya dan tahu endingnya, dan karena ending dalam game terlalu flat, versi novelnya lebih oke.
About the Author:
Agatha Mary Clarissa Miller was born in Torquay, Devon, England, U.K., as
the youngest of three. The Millers had two other children: Margaret Frary
Miller (1879–1950), called Madge, who was eleven years Agatha's senior, and
Louis Montant Miller (1880–1929), called Monty, ten years older than
Agatha.
Agatha Christie also wrote romance novels under the pseudonym Mary Westmacott, and was occasionally published under the name Agatha Christie Mallowan.
To honour her many literary works, she was appointed Commander of the Order of the British Empire in the 1956 New Year Honours. The next year, she became the President of the Detection Club. In the 1971 New Year Honours she was promoted Dame Commander of the Order of the British Empire, three years after her husband had been knighted for his archaeological work in 1968.
http://us.macmillan.com/author/agatha
Agatha Christie |
Agatha Christie also wrote romance novels under the pseudonym Mary Westmacott, and was occasionally published under the name Agatha Christie Mallowan.
To honour her many literary works, she was appointed Commander of the Order of the British Empire in the 1956 New Year Honours. The next year, she became the President of the Detection Club. In the 1971 New Year Honours she was promoted Dame Commander of the Order of the British Empire, three years after her husband had been knighted for his archaeological work in 1968.
http://us.macmillan.com/author/agatha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar