goodreads |
Judul Asli: The Black Echo
Penulis: Michael Connely
Alih bahasa: Fahmy Yamani
Editor: Wulan Kusumawardhani
Desain sampul: Eduard Iwan Mangopang
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2012 (first published 1992)
Softcover, 600 hlm
Sinopsis:
"Kita tidak bisa menambal jiwa yang terluka dengan Band-Aid" --- hlm.106
Seorang amatir akan mencari motif pada suatu kejadian, tapi seorang profesional akan meletakkan kesempatan pada urutan pertama.
Bagi detektif bagian pembunuhan LAPD, Harry Bosch, mayat dalam sebuah pipa di Mulholland Dam lebih dari sekedar mayat biasa. Kasus ini bersifat pribadi baginya.
Sang korban, Billy Meadows, adalah rekan sesama “tikus got” di Perang Vietnam. Mereka bertempur bersama dalam perang bawah tanah yang membawa mereka ke dalam mimpi buruk yang panjang. Kini. Bosch harus berhadapan kembali dengan masa lalunya. Dari labirin bawah tanah yang berbahaya, hingga pencurian bawah tanah yang penuh liku, insting Bosch kembali diuji hingga batas tertinggi.
Berpasangan dengan agen wanita FBI yang penuh teka-teki, dan menghadapi musuh dari dalam departemennya sendiri, Bosch harus membuat pilihan sulit antara keadilan dan balas dendam, ketika mengetahui identitas pembunuh yang tak terduga.
Bagi detektif bagian pembunuhan LAPD, Harry Bosch, mayat dalam sebuah pipa di Mulholland Dam lebih dari sekedar mayat biasa. Kasus ini bersifat pribadi baginya.
Sang korban, Billy Meadows, adalah rekan sesama “tikus got” di Perang Vietnam. Mereka bertempur bersama dalam perang bawah tanah yang membawa mereka ke dalam mimpi buruk yang panjang. Kini. Bosch harus berhadapan kembali dengan masa lalunya. Dari labirin bawah tanah yang berbahaya, hingga pencurian bawah tanah yang penuh liku, insting Bosch kembali diuji hingga batas tertinggi.
Berpasangan dengan agen wanita FBI yang penuh teka-teki, dan menghadapi musuh dari dalam departemennya sendiri, Bosch harus membuat pilihan sulit antara keadilan dan balas dendam, ketika mengetahui identitas pembunuh yang tak terduga.
Ulasan:
Selesai baca buku ini rasanya ngambang. Dan tertekan. Jadi cuma dapet 2.5/5 bintang. Aku ceritakan dari awal ya…
Harry Bosch ini detektif yang istilahnya ‘jatuh ke liang got’ karena diskors dan dipindahkan dari tim Spesialisasi Pembunuhan di Divisi Perampokan – Pembunuhan ke bagian detektif Hollywood (dari orang 'terhormat' di jabatan tinggi ke jabatan yang lebih rendah dan kekuasaan terbatas) karena melakukan kesalahan di kasus terakhirnya. Di hari Minggu, ia mendapat kasus mayat di pipa itu.
Harry cukup cekatan dan cepat menemukan hal-hal ganjil yang perlu diselidiki lebih lanjut. Ia juga lumayan rajin, karena waktu sudah masuk hari kerja, laporan kasus itu sudah tertulis rapi sebelum rekan detektif lainnya masuk kantor. Tapi yang jadi masalah adalah sikapnya yang arogan, itu yang bikin aku nggak suka. Dia menganggap orang-orang yang jabatannya di bawahnya nggak sepintar dirinya, dengan kata lain, si Harry ini agak sok pintar. Dia juga suka nyindir dan bikin orang emosi. Gampang banget pake kekerasan.
Selesai baca buku ini rasanya ngambang. Dan tertekan. Jadi cuma dapet 2.5/5 bintang. Aku ceritakan dari awal ya…
Harry Bosch ini detektif yang istilahnya ‘jatuh ke liang got’ karena diskors dan dipindahkan dari tim Spesialisasi Pembunuhan di Divisi Perampokan – Pembunuhan ke bagian detektif Hollywood (dari orang 'terhormat' di jabatan tinggi ke jabatan yang lebih rendah dan kekuasaan terbatas) karena melakukan kesalahan di kasus terakhirnya. Di hari Minggu, ia mendapat kasus mayat di pipa itu.
Harry cukup cekatan dan cepat menemukan hal-hal ganjil yang perlu diselidiki lebih lanjut. Ia juga lumayan rajin, karena waktu sudah masuk hari kerja, laporan kasus itu sudah tertulis rapi sebelum rekan detektif lainnya masuk kantor. Tapi yang jadi masalah adalah sikapnya yang arogan, itu yang bikin aku nggak suka. Dia menganggap orang-orang yang jabatannya di bawahnya nggak sepintar dirinya, dengan kata lain, si Harry ini agak sok pintar. Dia juga suka nyindir dan bikin orang emosi. Gampang banget pake kekerasan.
Agak aneh, soalnya Harry suka minta kerja sama dengan pihak lain, tapi dia sendiri sulit diajak kerja sama. Dia susah percaya sama orang, bahkan sama rekan seprofesinya sendiri. Oke, sikap Harry ini nggak baik ditiru. Tapi hal ini jadi pengingat, supaya kita (1) menghormati orang, siapapun, dimanapun, kapanpun, kalau ingin dihormati juga. Tapi jangan lupa juga untuk selalu waspada, jangan sampai dikibulin.
Tentang kasusnya, sebetulnya dibangun dengan baik. Deskripsinya lengkap, dan diceritakan urut, karena nggak sampai ada 'lobang terbuka' yang jadi kesempatan atau lobang untuk sanggahan. Alur lumayan cepat, penuh aksi, tapi termasuk kasus gampang. Akhir ceritanya gampang ditebak. Walaupun ada kejutan yang lumayan oke waktu mendekati akhir cerita, eksekusi Harry rada sembrono. Settingnya awal 90-an banget, karena masih pakai pager buat komunikasi. Di Indonesia, pager baru mulai booming pertengahan 90-an.
Yang bikin tertekan adalah aku nggak bisa merasa simpati pada siapapun tokoh di sini. Dijelaskan sebetulnya kenapa sikap Harry brutal begitu, tapi aku nggak merasa simpatik padanya. Aku menangkap kalau Harry ini orangnya rapuh di dalam, tapi keras di luar. Tipe-tipe orang yang butuh perhatian, tapi si Harry sendiri menolak segala bentuk perhatian dan milih kerja sendiri.
Aku juga nggak bisa simpati dengan korban. Si korban memang sudah mengalami penderitaan tiada tara, sebelum tewas pun ada pihak-pihak yang mau menolongnya, tapi ternyata disalahgunakan. Pembunuhnya apalagi. Rencana kejahatannya disusun rapi, tapi ada satu hal yang bikin langsung bubar berantakan, sepele padahal. Dan itu membuatku ngeri karena mengingatkanku kalau (2) di dalam diri manusia itu ada sifat-sifat yang bisa bikin orang jadi monster. Hati-hati, dan banyak-banyaklah introspeksi.
Perasaan ngambang yang kurasakan pas selesai baca ini juga sedikit mengganggu. Walaupun kasus resmi ditutup, penyelesaiannya nggak menyeluruh. Alasan atau motif kejahatannya ternyata cuma didasarkan pada emosi doang! Teteret tereeeett... Habis itu langsung berasa hampa. Oke, ini jadi pelajaran buatku, dan semua orang, kalau (3) 'rasa ingin balas dendam' itu racun. Jangan pernah dipikirin, apalagi dilakuin. Segera buang jauh-jauh kalau sempat terbersit! Menyimpan perasaan macam itu jelas rugi besar.
(4) Kalau kita korban dari pembalasan dendam, ingatkan si pelaku baik-baik. Pengen keadilan? Tapi ternyata hukum masih terasa nggak adil? (5) Hukum dunia itu yang bikin manusia. Pasti masih banyak kekurangannya. Pasrahkan saja sama hukum Tuhan yang Maha Adil. Semua yang kita lakukan pasti ada balasannya. Yang nggak kalah penting juga yaitu, (6) memaafkan dan mengikhlaskan.
Errr, mungkin bagian terakhir tadi agak nggak nyambung sama ceritanya. Tapi itulah pelajaran-pelajaran yang dapat kuambil dari cerita ini, yang mungkin malah kebalikan dari getirnya alur cerita. Sekedar penghibur, soalnya habis baca buku ini rasanya jadi getir. Buat yang suka misteri dengan latar belakang dark, boleh dicoba. Seri ini pun masih ada banyak, tapi buku ini nggak cocok buatku.
Tentang Penulis:
Website: http://www.michaelconnelly.com/
Michael Connelly decided to become a writer after discovering the books of Raymond Chandler while attending the University of Florida. Once he decided on this direction he chose a major in journalism and a minor in creative writing — a curriculum in which one of his teachers was novelist Harry Crews.
After three years on the crime beat in L.A., Connelly began writing his first novel to feature LAPD Detective Hieronymus Bosch. The novel, The Black Echo, based in part on a true crime that had occurred in Los Angeles, was published in 1992 and won the Edgar Award for Best First Novel by the Mystery Writers of America. Connelly has followed that up with 26 more novels.
Michael was the President of the Mystery Writers of America organization in 2003 and 2004. In addition to his literary work, Michael is one of the producers of the TV show, “Bosch,” which is streaming on Amazon Prime Instant Video. He was also one of the creators, writers, and consulting producers of Level 9, a TV show about a task force fighting cyber crime, that ran on UPN in the Fall of 2000. (goodreads)
Tentang kasusnya, sebetulnya dibangun dengan baik. Deskripsinya lengkap, dan diceritakan urut, karena nggak sampai ada 'lobang terbuka' yang jadi kesempatan atau lobang untuk sanggahan. Alur lumayan cepat, penuh aksi, tapi termasuk kasus gampang. Akhir ceritanya gampang ditebak. Walaupun ada kejutan yang lumayan oke waktu mendekati akhir cerita, eksekusi Harry rada sembrono. Settingnya awal 90-an banget, karena masih pakai pager buat komunikasi. Di Indonesia, pager baru mulai booming pertengahan 90-an.
Yang bikin tertekan adalah aku nggak bisa merasa simpati pada siapapun tokoh di sini. Dijelaskan sebetulnya kenapa sikap Harry brutal begitu, tapi aku nggak merasa simpatik padanya. Aku menangkap kalau Harry ini orangnya rapuh di dalam, tapi keras di luar. Tipe-tipe orang yang butuh perhatian, tapi si Harry sendiri menolak segala bentuk perhatian dan milih kerja sendiri.
Aku juga nggak bisa simpati dengan korban. Si korban memang sudah mengalami penderitaan tiada tara, sebelum tewas pun ada pihak-pihak yang mau menolongnya, tapi ternyata disalahgunakan. Pembunuhnya apalagi. Rencana kejahatannya disusun rapi, tapi ada satu hal yang bikin langsung bubar berantakan, sepele padahal. Dan itu membuatku ngeri karena mengingatkanku kalau (2) di dalam diri manusia itu ada sifat-sifat yang bisa bikin orang jadi monster. Hati-hati, dan banyak-banyaklah introspeksi.
Perasaan ngambang yang kurasakan pas selesai baca ini juga sedikit mengganggu. Walaupun kasus resmi ditutup, penyelesaiannya nggak menyeluruh. Alasan atau motif kejahatannya ternyata cuma didasarkan pada emosi doang! Teteret tereeeett... Habis itu langsung berasa hampa. Oke, ini jadi pelajaran buatku, dan semua orang, kalau (3) 'rasa ingin balas dendam' itu racun. Jangan pernah dipikirin, apalagi dilakuin. Segera buang jauh-jauh kalau sempat terbersit! Menyimpan perasaan macam itu jelas rugi besar.
(4) Kalau kita korban dari pembalasan dendam, ingatkan si pelaku baik-baik. Pengen keadilan? Tapi ternyata hukum masih terasa nggak adil? (5) Hukum dunia itu yang bikin manusia. Pasti masih banyak kekurangannya. Pasrahkan saja sama hukum Tuhan yang Maha Adil. Semua yang kita lakukan pasti ada balasannya. Yang nggak kalah penting juga yaitu, (6) memaafkan dan mengikhlaskan.
Errr, mungkin bagian terakhir tadi agak nggak nyambung sama ceritanya. Tapi itulah pelajaran-pelajaran yang dapat kuambil dari cerita ini, yang mungkin malah kebalikan dari getirnya alur cerita. Sekedar penghibur, soalnya habis baca buku ini rasanya jadi getir. Buat yang suka misteri dengan latar belakang dark, boleh dicoba. Seri ini pun masih ada banyak, tapi buku ini nggak cocok buatku.
Tentang Penulis:
Website: http://www.michaelconnelly.com/
Michael Connelly decided to become a writer after discovering the books of Raymond Chandler while attending the University of Florida. Once he decided on this direction he chose a major in journalism and a minor in creative writing — a curriculum in which one of his teachers was novelist Harry Crews.
After three years on the crime beat in L.A., Connelly began writing his first novel to feature LAPD Detective Hieronymus Bosch. The novel, The Black Echo, based in part on a true crime that had occurred in Los Angeles, was published in 1992 and won the Edgar Award for Best First Novel by the Mystery Writers of America. Connelly has followed that up with 26 more novels.
Michael was the President of the Mystery Writers of America organization in 2003 and 2004. In addition to his literary work, Michael is one of the producers of the TV show, “Bosch,” which is streaming on Amazon Prime Instant Video. He was also one of the creators, writers, and consulting producers of Level 9, a TV show about a task force fighting cyber crime, that ran on UPN in the Fall of 2000. (goodreads)
Diikutkan dalam:
Tema: Buku yang diterbitkan bertepatan dengan tahun kita lahir. Buku ini bisa tentang apa aja, bebas pilih genre, penulis, maupun terbitan nusantara maupun mancanegara. Yang penting pertama kali diterbitkan bertepatan dengan tahun kelahiran.
Baca dan Posting Bareng Blogger Buku Indonesia
Oktober 2014
Tema: Buku yang diterbitkan bertepatan dengan tahun kita lahir. Buku ini bisa tentang apa aja, bebas pilih genre, penulis, maupun terbitan nusantara maupun mancanegara. Yang penting pertama kali diterbitkan bertepatan dengan tahun kelahiran.
aku.. kok baru lihat buku ini ya. ._. padahal cetakan lama dan udah dicetak ulang ._.
BalasHapuskadang ada banyak kejutan di obralan mbak.. hihihii v(^_^)
HapusNggak bagus ya Han. Huhuhuhu..
BalasHapusemmm... ya gitu deh mas.. hehehee..
Hapus