Penulis: Rainbow Rowell (2013)
Alih Bahasa: Wisnu Wardhana
Penyunting: NyiBlo
Proofreader: Dini Novita Sari
Desain dan Ilustrasi cover: Bambang
‘Bambi’ Gunawan
Penerbit: Spring (2014)
Edisi
Bahasa Indonesia, Softcover, 456 hlm.
Bought
secondhand from Raafi (Ough, My Books!)
Blurb:
Cath
dan Wren – saudari kembarnya – adalah penggemar Simon Snow. Oke, seluruh dunia
adalah penggemar Simon Snow, novel berseri tentang dunia penyihir itu. Namun,
Cath bukan sekedar fan. Simon Snow adalah hidupnya!
Cath
bahkan menulis fanfiksi tentang Simon Snow menggunakan nama pena Magicath di
Internet, dan ia terkenal! Semua orang menanti-nantikan fanfiksi Cath.
Semuanya
terasa indah bagi Cath, sampai ia menginjakkan kaki ke universitas. Tiba-tiba
saja, Wren tidak mau tahu lagi tentang Simon Snow, bahkan tak ingin menjadi
teman sekamarnya!
Dicampakkan
Wren, dunia Cath jadi jungkir balik. Sendirian, ia harus menghadapi teman
sekamar eksentrik yang selalu membawa pacarnya ke kamar, teman sekelas yang
mengusik hatinya, juga professor Penulisan Fiksi yang menganggap fanfiksi
adalah tanda akhir zaman.
Seolah
dunianya belum cukup terguncang, Cath juga masih harus mengkhawatirkan kondisi
psikis ayahnya yang labil.
Sekarang
pertanyaan buat Cath adalah: mampukah ia menghadapi semua ini?
Awalnya
kupikir Fangirl adalah kisah penggemar boyband sewaktu belum baca sinopsisnya.
Lalu, setelah baca sinopsisnya yang menyinggung fanfiksi, kupikir kisah ini
layak dibaca. Aku mengenal fanfiksi ketika belum lama masuk kuliah, dan itu pun
secara nggak sengaja. Kadang karena malas baca komik yang panjangnya minta
ampun, aku lebih suka baca ringkasannya di internet. Padahal di komik juga ada
gambar yang perlu dinikmati kan? Hehehee, namanya juga malas, bagiku yang
penting adalah ceritanya. Saat itulah aku menemukan apa yang dimaksud fanfiksi.
Akan
kubahas karakternya dulu. Tokoh utamanya adalah seorang cewek bernama Cath,
yang menurutku kurang bisa kusukai. Cath orangnya terlalu… apa ya… tertutup dan
kurang mandiri. Masa’ dia memilih kelaparan atau makan foodbar daripada nyari
kantin? Bertolak belakang denganku yang lebih suka kemana-mana dan menjelajah
sendirian. Aku juga bingung dengan pendapat Cath yang nggak suka dengan sifat
Levi (mantan pacar Reagan) yang terbuka dan ramah, karena menurutku justru itu
malah sifat yang wajar.
Tentang
sifat ramah Levi yang bisa bikin salah paham menurutku itu tergantung perasaan
masing-masing sih. Orang kayak Levi, kalau suka dia pasti bilang, jadi Cath
nggak perlu parno nggak penting. Mungkin karena sifatku lebih seperti Levi,
jadi aku nggak memahami karakter Cath. Tapi entah kenapa aku juga nggak terlalu
menyukai Levi, terlalu sempurna soalnya (hahahaa…).
Karakter
yang kusukai justru Reagan, teman sekamar Cath, karena kejujurannya yang
blak-blakan. Dan rasanya ajaib Reagan bilang dia menyukai Cath sebagai teman.
Reagan baik dan sabar banget menghadapi Cath. Cath beruntung punya teman kayak
Reagan.
Lalu
ceritanya… aku agak tersendat-sendat membacanya. Sebetulnya ceritanya cukup
lancar mengalir, tapi karena ada hal-hal yang membuatku mengerutkan kening dan
membantin ‘kok aneh’, bacanya jadi lama. Terutama dalam memahami karakter Cath.
Aku merasa Cath mempersulit dirinya sendiri dalam mengatasi masalahnya. Tapi
aku bisa memahami kesulitannya ketika Cath mencoba peduli dan merawat ayahnya
yang lemah secara psikis, sementara Wren tidak peduli dan malah mencari
masalah. Cath pasti merana dan merasa kalau dia sendirian. Untungnya dia punya
teman-teman macam Levi dan Reagan.
Perkembangan
cerita dan karakternya terasa, walaupun lambat. Cath menjadi semakin mandiri,
sedangkan Wren malah berubah kekanak-kanakan. Membaca kisah ini memerlukan
kesabaran karena pace-nya andante (pelan) dan bagiku perlu
ketahanan khusus agar nggak jatuh tertidur di beberapa adegan terutama skinship (yang saking lamban atau nggak
penting, lebih banyak ku-skip). Penulisnya
keren juga bisa menyelipkan fanfiksi dalam ceritanya, yang semuanya adalah
rekaannya. Aku bisa membayangkan sulitnya menyatukan beberapa karya yang tidak
berhubungan menjadi satu.
Akhir
kata, aku mau bilang kalau Reagan is cool.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar