Judul: The Death Cure
Penulis: James Dashner (2011)
Alih bahasa: Yunita Chandra (2012)
Penerbit: Mizan Fantasi
Paperback, 492 hlm.
Pinjem Wardah (https://melukisbianglala.wordpress.com/)
Keadaan makin tak terkendali. Penculikan manusia kebal terjadi dimana-mana. WICKED menyebarkan foto Thomas sebagai buronan paling dicari dengan imbalan tinggi. Kejutan justru muncul di Denver, kota dengan pengamanan superketat terhadap penyebaran virus Flare. Seorang kawan lama muncul. Bagaimana mungkin? Bukankah dia sudah mati di tangan Thomas?
Siapakah otak di balik penculikan itu? Mengapa mereka menculik manusia kebal? Sementara itu, WICKED mempunyai rencana baru yang tak kalah gila dan Thomaslah satu-satunya orang yang bisa menggagalkannya. Sanggupkah Thomas kembali ke neraka itu demi menghancurkan rencana yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia?
Komentar:
Review ini bisa jadi mengandung spoiler buku sebelumnya.
Para glader yang tersisa dari Grup A dan B dapat menyelesaikan Scorch dan mereka kembali ‘diselamatkan’. Tapi setelah semua kejadian yang mereka alami disebabkan oleh WICKED, mereka memutuskan untuk tidak memercayai siapapun. Di luar dugaan, WICKED mengumumkan bahwa mereka kebal dari flare, kecuali beberapa orang. Bagian inilah yang membuatku mencelos (T_T) (Sampai bagian ini juga aku membaca ketika di pesawat dan segera menutupnya ketika mendarat biar nggak terus-terusan baper).
Kemudian WICKED juga menawarkan untuk mengembalikan ingatan para glader serta mencabut alat pelacak dan pengontrol di otak mereka. Thomas, Minho, dan Newt tidak bersedia menerima tawaran WICKED dan memutuskan untuk memberontak. Dibantu oleh Brenda dan Jorge, mereka pergi dari markas WICKED mengendarai Berg.
Berbeda dengan seri sebelumnya, The Death Cure beralur cukup cepat. Tidak terasa adegan demi adegan bergulir dengan cepat sehingga dalam semalam aku bisa menyelesaikan sisa ceritanya. Terjemahannya sangat jelas, rapi, dan nikmat dibaca. Settingnya hampir seperti film I Am Legend yang dibintangi Will Smith atau Resident Evil yang dibintangi Mila Jovovich.
Karena tidak memiliki ingatan sebelum Maze, Thomas jadi sangat naif dan polos di luar WICKED. Pokoknya asal menjauhi WICKED, pilihan apapun merupakan kesempatan yang harus diambil. Beberapa tokoh mengalami perubahan karakter, seperti Minho yang cepat ‘panas’ dan tambah sarkastis, Jorge yang di luar dugaan cukup baik, Brenda yang tambah membingungkan dan nggak jelas motifnya, serta Newt yang perubahan karakternya dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Mulai dari sini penulis membuat jalan ceritanya tak terkendali, tapi masih tertebak. Mood dan perasaan pembaca juga diaduk-aduk. Karena berbagai kejutan dan ‘siksaan’ di kedua buku sebelumnya, seharusnya aku nggak terkejut walaupun beberapa adegan bisa tertebak. Sepertinya aku terkejut karena tebakanku benar.
Dan benar saja, karena kedekatanku dengan para karakternya, aku dibuat patah hati di salah satu adegan. Aku merasa ingin memuji sekaligus memaki penulisnya. Penulisnya bisa membangun hubungan dengan pembacanya lewat tulisan dan karakternya hingga aku bisa dibuat baper sebaper-bapernya dengan salah satu adegan. Otomatis, aku jadi glundang-glundung kayak semangka sambil dengan lebay bertanya “why?!” pada tembok yang membisu.
Klimaksnya, Thomas dan kawan-kawan harus mengambil keputusan super cepat tentang siapa yang harus dipercayai. Tak bisa dielakkan lagi ketika keadaan menjadi ‘chaos’, banyak korban berjatuhan bahkan di antara kawan-kawan glader terdekat. Secuplik romance-nya lagi-lagi terkesan dipaksakan. Apakah karena ingin mengikuti tren yang sedang hangat? Entahlah. Menurutku, tak menyertakan romance pun tak masalah. Ujung-ujungnya, just like that?! Really?! What?! asdfghjklzxcvbnm (-_-“). Lalu, kembali lagi ke awal: apakah WICKED cukup baik?
Salut dengan ide ceritanya yang bisa jadi dekat dengan realita saat ini. Sebut saja virus HIV, SARS, ebola, dan zica yang belum ditemukan pengobatannya, dan bisa jadi flare muncul selanjutnya. Jika dipikir-pikir, seri ini menggambarkan cukup detail alternatif masa depan yang mungkin saja bisa terjadi. Alur ceritanya juga memberiku petualangan berpikir yang di luar dugaan. Jadi, terima kasih untuk penulis yang sudah menyajikan kisah ini dengan cukup baik dan secara tersirat mengatakan bahwa manusia bukan apa-apa dibandingkan dengan kuasa Tuhan. Maka, bersujudlah selagi masih diberi nikmat kesehatan raga dan akal serta rasa aman.
As the closing of the series, this story is enough to settle things.
Reading Challenge:
Bulan Maret ini, tema PosBar BBI adalah BBI Lagi Baca. Peserta yang ikut meramaikan wajib update reading progress di twitter dengan tagar #BBILagiBaca dan mention @BBI_2011. Nah, berikut adalah ceritaku di twitter sewaktu baca buku ini. Abaikan kealay-annya ya.. Hahahaa :D Bacanya dari bawah ke atas ya.. Soalnya aku katro' jadi cuma bisa print preview dari TL twitter. Hehehee.. But, anyway I really enjoy this month's PosBar BBI. See you again next month at PosBar BBI April!
Posbar BBI 2016 Maret: BBI Lagi Baca |
Postingan ini juga diikutkan:
http://bibliough.blogspot.co.id/2016/01/fsfd-reading-challenge.html |
Gambar ilustrasinya cakep ya
BalasHapusIya mbaak, nemu di twitter juga ini :D
Hapusiya ilustrasinya baguuus... gara2 ada kata "spoiler buku sebelumnya" aku jadi ngga baca tuntas reviewnya LOL
BalasHapusHu'um, nggak apa-apa mbak, soalnya susah-susah gampang bikin review trilogi, kan bisa jadi nyinggung buku sebelumnya :D
HapusWoo maaf aku juga lagi mau baca buku ini jadi belum berani baca reviewmu ya Han hihihi
BalasHapusIyaa nggak apa-apa mas dion, semoga cepet kelar bacanya yaa.. hahaa :P
Hapus