Penerbit: GagasMedia (2015)
Paperback, edisi Bahasa Indonesia, 284 hlm.
My rating: 5 of 5 stars
★★★★★
Blurb:
Dia sangat sadis. Dan, dia masih berkeliaran.
Seorang pianis ditemukan mati, terduduk di depan pianonya, dengan bibir terjahit. Bola matanya dirusak, meninggalkan lubang hitam yang amat mengerikan. Rambut palsu merah panjang menutupi kepalanya. Sementara, otak dan organ-organ tubuhnya telah dikeluarkan secara paksa.
Kulitnya memucat seputih garam.
Bukan, bukan seputih garam.
Tapi, seluruh tubuh sang pianis itu benar-benar dilumuri adonan garam.
Kiri Lamari, penyidik kasus ini, terus-menerus dihantui lubang hitam mata sang pianis. Mata yang seakan meminta pertolongan sambil terus bertanya, kenapa aku mati? Mata yang mengingatkan Kiri Lamari akan mata ibunya. Yang juga ia temukan tak bernyawa puluhan tahun lalu.
Garam? Kenapa garam?
Kiri Lamari belum menemukan jawabannya.
Sementara mayat tanpa organ yang dilumuri garam telah ditemukan kembali….
Dia sangat sadis. Dan, dia masih berkeliaran.
Trigger warning: explicit description of murder and mutilation.
Peringatan: deskripsi eksplisit pembunuhan dan mutilasi.
Ulasan:
Setelah selesai membaca buku ini rasanya seperti habis berbuka puasa. Suka banget! Karena sudah lama tidak membaca buku, begitu selesai membaca buku ini rasanya puas sekali dan aku jadi menemukan lagi kenikmatan membaca dan membuat ulasan. Walaupun sebetulnya cerita buku ini agak bikin mules juga, sih. Hahahaa…Si tokoh utama adalah seorang polisi muda berbakat, Kiri Lamari, yang telah memecahkan suatu kasus rumit sebelumnya. Latar tempat kisah utamanya adalah di Surabaya, walaupun sesekali tokoh harus pergi ke beberapa kota seperti Yogyakarta, Solo, dan Bojonegoro. Kentara sekali Indonesia-nya, dan kebetulan aku pernah berada di kota-kota yang disebutkan di buku ini, jadi aku merasa dekat dengan ceritanya. Sekaligus ngeri, karena terbayang kisah kriminalnya dekat dengan lingkunganku. Hiiiiyyy…
Seorang pianis wanita yang sedang naik daun ditemukan tewas di rumahnya, dengan tubuh kaku berselimut adonan garam. Ia berpose seperti sedang memainkan piano, walaupun tubuhnya sudah menjadi mumi. Aku jadi teringat sebuah film horror-thriller Hollywood yang berjudul The Wax. Kalau dalam film itu mayatnya dibalut lilin sehingga seperti patung lilin, maka di buku ini mayatnya adalah seperti patung garam. Hal itulah yang menjadi fokus utama judulnya.
Kiri, dibantu oleh Inspektur Saut yang umpatannya unik bin ajaib, harus berpacu dengan waktu karena korban terus berjatuhan. Pelaku yang diduga psikopat tingkat dewa ini mengambil korban yang tidak saling mengenal, tapi memiliki latar belakang yang mirip, yaitu wanita pekerja seni berumur 25 tahun.
Misterinya ngeri-ngeri sedap. Triknya aneh dan unik. Plotnya rapi jadi kejutan-kejutannya betul-betul mengena. Aku benar-benar berseru terkejut ketika membaca bagian bom-bom twist-nya dijatuhkan. Bumbu dramanya membuat ceritanya makin gurih. Detil deskripsinya bikin takjub sekaligus mules dan hilang selera. Penjelasan penyelesaian kasusnya masuk akal. Lalu karakter-karakternya manusiawi dan celetukan khas daerahnya Indonesia banget, jadi sangat berkesan!
Pengen rasanya meminta penulis membuatkan kasus baru untuk Kiri Lamari dan Inspektur Saut. Duo maut mereka nendang abis! Eh, tapi sepak terjang Klub Bahaya juga keren. Memang ada indikasi bagian akhir yang terbuka. Tapi terserah penulisnya sih. Kalau ada lagi, aku sudah siap baca! Hehehee… Kak Ruwi ini salah satu penulis thriller Indonesia favoritku!
Oiya, ini buku ketiga yang kuulas dari kado arisan BBI Joglosemar tiga tahun lalu. Kado tiga tahun lalu aja baru diulas sekarang. Gimana kado yang tahun ini? #kabur
View all my reviews
Tentang penulis:
Ruwi Meita
Goodreads Author
Member Since
April 2013
Misteri Patung Garam by published 2015 — 2 editions | ||
Rumah Lebah by published 2008 — 2 editions | ||
Alias by published 2016 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar