Memori by Windry Ramadhina
Penerbit: Gagas Media (2012)
My rating: 5 of 5 stars
Paperback, edisi Bahasa Indonesia, 304 hlm.
Suka dengan konfliknya yang kompleks tapi nggak biasa. Suka dengan karakter sampingannya yang humanis tapi tetap manis. Suka dengan bahasanya yang mengalir indah tanpa terkesan 'quotable paksa'. Suka dengan risetnya yang mendalam tentang arsitektur. Suka dengan emosi tersirat di balik dialognya. Suka dengan kesan akhirnya yang bikin haru tanpa harus kebanyakan drama.
Walaupun begitu, dibandingkan dengan karya yang sebelumnya kubaca, yang ini ngga sampai bikin nangis gegulingan, sih. Paling hanya sesekali mengusap air mata. Tokoh utamanya nggak terlalu likeable dan agak ngeselin dengan idealismenya yang tinggi banget. Jujur aja sih, aku nggak suka dengan orang macam itu. Memangnya idealisme bisa dimakan? (^^ peace). Tapi orang seperti itu ada, disadari maupun nggak. Jadi rasanya kagum sama penulisnya, bisa mengangkat karakter utama yang ngeselin jadi cerita yang bagus. Hahaa...
Pace-nya sedang, nggak terlalu cepat atau lambat. Jadi cerita bisa dinikmati dengan santai tanpa merasa kebosanan. Dan bisa diselesaikan dengan cepat juga. Awalnya ragu mau baca cerita ini kalau bakal lama selesainya atau kalau setelah selesai jadi bikin baper. Tapi ternyata nggak begitu. Setelah selesai membacanya rasanya malah lega. Terutama karena si tokoh utama jadi 'terbuka' mata hati dan pikirannya.
Pesan tersirat dari cerita ini cukup banyak. Tapi yang paling kuat adalah tema kekeluargaannya. Lalu, poin selanjutnya adalah tentang move on yang cukup populer dan biasa ada dalam kisah roman. Kemudian yang berkesan selanjutnya adalah maaf-memaafkan. Paling berkesan menurutku, karena memaafkan itu nggak segampang permainan kata, ada perasaan tersakiti yang terlibat untuk mengikhlaskannya. #curhat
Jadi penasaran dengan karya Kak Windry yang lain! Ada yang seperti ini juga nggak, ya?
View all my reviews
Penerbit: Gagas Media (2012)
My rating: 5 of 5 stars
Paperback, edisi Bahasa Indonesia, 304 hlm.
Blurb:
Cinta itu egois, sayangku. Dia tak akan mau berbagi.
Dan seringnya, cinta bisa berubah jadi sesuatu yang jahat. Menyuruhmu berdusta, berkhianat, melepas hal terbaik dalam hidupmu. Kau tidak tahu sebesar apa taruhan yang sedang kau pasang atas nama cinta. Kau tidak tahu kebahagiaan siapa saja yang sedang berada di ujung tanduk saat ini.
Kau buta dan tuli karena cinta. Kau pikir kau bisa dibuatnya bahagia selamanya. Harusnya kau ingat, tak pernah ada yang abadi di dunia—cinta juga tidak. Sebelum kau berhasil mencegah, semua yang kau miliki terlepas dari genggaman.
Kau pun terpuruk sendiri, menangisi cinta yang akhirnya memutuskan pergi.
Review:
Suka banget! Pertama kali baca karya Kak Windry yang Walking After You rasanya so-so aja karena bahasanya terkesan agak dipaksakan biar quoteable. Tapi yang ini beda.Suka dengan konfliknya yang kompleks tapi nggak biasa. Suka dengan karakter sampingannya yang humanis tapi tetap manis. Suka dengan bahasanya yang mengalir indah tanpa terkesan 'quotable paksa'. Suka dengan risetnya yang mendalam tentang arsitektur. Suka dengan emosi tersirat di balik dialognya. Suka dengan kesan akhirnya yang bikin haru tanpa harus kebanyakan drama.
Walaupun begitu, dibandingkan dengan karya yang sebelumnya kubaca, yang ini ngga sampai bikin nangis gegulingan, sih. Paling hanya sesekali mengusap air mata. Tokoh utamanya nggak terlalu likeable dan agak ngeselin dengan idealismenya yang tinggi banget. Jujur aja sih, aku nggak suka dengan orang macam itu. Memangnya idealisme bisa dimakan? (^^ peace). Tapi orang seperti itu ada, disadari maupun nggak. Jadi rasanya kagum sama penulisnya, bisa mengangkat karakter utama yang ngeselin jadi cerita yang bagus. Hahaa...
Pace-nya sedang, nggak terlalu cepat atau lambat. Jadi cerita bisa dinikmati dengan santai tanpa merasa kebosanan. Dan bisa diselesaikan dengan cepat juga. Awalnya ragu mau baca cerita ini kalau bakal lama selesainya atau kalau setelah selesai jadi bikin baper. Tapi ternyata nggak begitu. Setelah selesai membacanya rasanya malah lega. Terutama karena si tokoh utama jadi 'terbuka' mata hati dan pikirannya.
Pesan tersirat dari cerita ini cukup banyak. Tapi yang paling kuat adalah tema kekeluargaannya. Lalu, poin selanjutnya adalah tentang move on yang cukup populer dan biasa ada dalam kisah roman. Kemudian yang berkesan selanjutnya adalah maaf-memaafkan. Paling berkesan menurutku, karena memaafkan itu nggak segampang permainan kata, ada perasaan tersakiti yang terlibat untuk mengikhlaskannya. #curhat
Jadi penasaran dengan karya Kak Windry yang lain! Ada yang seperti ini juga nggak, ya?
View all my reviews
Ah ini buku lama itu, tapi belum baca sih hihihi
BalasHapusIya emang buku lama.. Tapi baru baca juga.. Hahaa.. Ketinggalan bgt nih.. Heheheee 😁😁
Hapus