Penerjemah: Angelic Zaizai
iPusnas, 488 pages
Published October 2014 by Qanita (first published April 6th 2013)
My rating:
5 of 5 stars
★★★★★
Blurb:
"Pada suatu malam, ayahku bertanya apakah aku mau menjadi pengantin arwah..."
Li Lan, putri tunggal sebuah keluarga yang bangkrut, mendapat lamaran dari keluarga Lim yang kaya raya dan berkuasa. Namun, calon suaminya adalah lelaki yang telah meninggal secara misterius, dan pernikahan ini dilakukan untuk menenangkan arwah penasarannya. Mengerikan memang, tapi tidak ada jalan lain untuk menjamin masa depan Li Lan.
Setelah kunjungannya ke mansion keluarga Lim, Li Lan mulai dihantui oleh calon suaminya dan dia tidak bisa lagi tidur tenang. Sedikit demi sedikit, Li Lan tertarik ke dunia arwah yang tidak hanya dihuni oleh para hantu lapar dan arwah pendendam, tapi juga para iblis penjaga berwujud banteng. Li Lan harus mengungkap rahasia kelam tentang keluarga Lim dan keluarganya sendiri, jika dia tidak mau terjebak di dunia arwah selamanya.
Review:
Jalan ceritanya nggak tertebak!
Ini adalah buku yang pertama kali benar-benar 'kubaca' tahun ini.
Menarik sekali mengulik kehidupan budaya Cina Peranakan di Malaysia, atau yang saat itu disebut Malaya. Latar tempatnya adalah Malaka, dan aku jadi kangen ke sana lagi. Memang terasa betul keragaman budaya dan etnis di kota pelabuhan yang memperoleh penghargaan UNESCO itu. Aku ingat dulu ada rumah-rumah yang dijadikan museum, jumlahnya ada belasan, mulai dari rumah bergaya melayu, cina peranakan, dan gaya eropa. Bahkan ada kapal yang dijadikan museum! Hal itulah yang membuatku menyukai cerita ini karena membangkitkan kenangan ketika berada di sana. Aku bisa membayangkan suasananya.
Er Lang yang karismatik tapi misterius membuatku membayangkannya seperti Benedict Cumberbatch versi oriental... hahaha... karakter utamanya, Li Lan juga kusukai karena berjiwa petualang dan pemberani. Walaupun masih sering menangis pada awalnya (wajar mengingat usianya yang masih sangat muda), dia tidak gampang menyerah.
Pas baca review lain, ternyata banyak yang nggak suka dengan Li Lan ya. Aku bisa bayangkan kalau dia memang bisa menyebalkan karena sifatnnya yang plin-plan dan gampang menangis. Aku, anehnya memaklumi itu karena Li Lan masih remaja, dan dia dipingit semasa kecilnya. Sebagai anak kecil yang dipingit dan dibesarkan dengan cerita tentang kebaikan orang dari lingkaran terdekatnya, sifatnya yang tidak tegas dan menghindari konflik ini tidak terlalu mengherankan. Tapi untungnya Li Lan tidak tumbuh menjadi anak yang manja karenanya.
Karakter favoritku adalah si Tua Wong, serta Amah. Li Lan sangat beruntung memiliki support system yang bisa diandalkan. Karena itu juga mungkin dia bisa bertingkah laku sangat sopan.
Sedikit mengigatkanku pada cerita serupa, tapi latarnya India, judulnya The Star-Touched Queen dan sekuelnya, A Crown of Wishes, tentang dunia arwah. Ternyata ada banyak kebudayaan yang mirip-mirip, ya. Adegan dan percakapan paling menarik di buku ini adalah ketika Li Lan bertemu hantu Belanda:
Sama sekali tidak menakutkan. Aku membacanya sekali duduk, di tengah malam. Isi ceritanya sangat serasi dengan judulnya. Cover terjemahannya juga mencerminkan isinya. Cucok meong. Love..love..love.. ❤️ 💕 💗 👻
View all my reviews
Menarik sekali mengulik kehidupan budaya Cina Peranakan di Malaysia, atau yang saat itu disebut Malaya. Latar tempatnya adalah Malaka, dan aku jadi kangen ke sana lagi. Memang terasa betul keragaman budaya dan etnis di kota pelabuhan yang memperoleh penghargaan UNESCO itu. Aku ingat dulu ada rumah-rumah yang dijadikan museum, jumlahnya ada belasan, mulai dari rumah bergaya melayu, cina peranakan, dan gaya eropa. Bahkan ada kapal yang dijadikan museum! Hal itulah yang membuatku menyukai cerita ini karena membangkitkan kenangan ketika berada di sana. Aku bisa membayangkan suasananya.
Er Lang yang karismatik tapi misterius membuatku membayangkannya seperti Benedict Cumberbatch versi oriental... hahaha... karakter utamanya, Li Lan juga kusukai karena berjiwa petualang dan pemberani. Walaupun masih sering menangis pada awalnya (wajar mengingat usianya yang masih sangat muda), dia tidak gampang menyerah.
Pas baca review lain, ternyata banyak yang nggak suka dengan Li Lan ya. Aku bisa bayangkan kalau dia memang bisa menyebalkan karena sifatnnya yang plin-plan dan gampang menangis. Aku, anehnya memaklumi itu karena Li Lan masih remaja, dan dia dipingit semasa kecilnya. Sebagai anak kecil yang dipingit dan dibesarkan dengan cerita tentang kebaikan orang dari lingkaran terdekatnya, sifatnya yang tidak tegas dan menghindari konflik ini tidak terlalu mengherankan. Tapi untungnya Li Lan tidak tumbuh menjadi anak yang manja karenanya.
Karakter favoritku adalah si Tua Wong, serta Amah. Li Lan sangat beruntung memiliki support system yang bisa diandalkan. Karena itu juga mungkin dia bisa bertingkah laku sangat sopan.
Sedikit mengigatkanku pada cerita serupa, tapi latarnya India, judulnya The Star-Touched Queen dan sekuelnya, A Crown of Wishes, tentang dunia arwah. Ternyata ada banyak kebudayaan yang mirip-mirip, ya. Adegan dan percakapan paling menarik di buku ini adalah ketika Li Lan bertemu hantu Belanda:
Li Lan: "aku ingin ke Padang Arwah, apa kau tahu jalannya?"
Si hantu Belanda: "wah, aku tidak tahu. Itu bukan kepercayaanku."
Sama sekali tidak menakutkan. Aku membacanya sekali duduk, di tengah malam. Isi ceritanya sangat serasi dengan judulnya. Cover terjemahannya juga mencerminkan isinya. Cucok meong. Love..love..love.. ❤️ 💕 💗 👻
View all my reviews
Tentang Penulis:
Yangsze Choo is a fourth generation Malaysian of Chinese descent.
Due to a childhood spent in various countries, she can eavesdrop (badly)
in several languages. After graduating from Harvard, she worked as a
management consultant before writing her first novel. Yangsze eats and
reads too much, and often does both at the same time. You can follow her
blog at http://yschoo.com/ or on Twitter @yangszechoo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar