Sutradara: P.J. Hogan
Produksi: Touchstone Pictures | Jerry Bruckheimer Films | Walt Disney Studios Motion Pictures
Rilis: 2009
Durasi: 104 menit
My rating: 4 of 5 stars
★★★★☆
Blurb:
Like many New York City gals, Rebecca Bloomwood (Isla Fisher) loves to shop. The trouble is, she shops so much that she is drowning in debt. Rebecca would love to work at the city's top fashion magazine, but, so far, has not been able to get her foot in the door. Then she lands a job as an advice columnist for a financial magazine owned by the same company. Her column becomes an overnight success, but her secret threatens to ruin her love life and career.
Review:
Jarang banget aku lebih menyukai film daripada bukunya. Bisa jadi juga karena aku menonton filmnya duluan daripada baca bukunya sih. Sebaliknya, kalau aku tidak menonton filmnya duluan, aku nggak bakalan baca bukunya karena bukan merupakan genre comfort zone bagiku. Walaupun bukunya terkesan ringan (chicklit kebetulan merupakan salah satu literatur wanita dewasa kontemporer yang memang sengaja dibuat ringan untuk segmen wanita bekerja yang sibuk), genre yang bukan merupakan zona nyamanku seringkali memerlukan konsentrasi yang lebih besar agar aku dapat memahami ceritanya. Dan ternyata memang cerita ini lebih menyenangkan disimak dalam bentuk film karena sisi komedinya lebih mudah ditangkap.Versi filmnya memiliki cukup banyak perbedaan dengan versi bukunya. Dalam buku, Rebecca telah memiliki karir sebagai jurnalis keuangan, sedangkan dalam film, ia mulanya adalah kolumnis majalah berkebun. Karena terjerat hutang kartu kredit akibat hobi belanjanya yang akut, ia harus mendapatkan pekerjaan dengan gaji lebih tinggi. Maka, ia memutuskan untuk melamar pekerjaan di bidang fashion, walaupun ternyata ditolak. Ketika hampir menyerah, petugas resepsionis memberikannya bocoran untuk melamar di majalah keuangan yang masih satu perusahaan, karena sekali masuk, bisa jadi akan dipindahkan ke bagian lain jika berprestasi. Rebecca mencoba melamar ke majalah tersebut walaupun akhirnya ditolak lagi.
Bagian komedinya muncul ketika ia menuliskan surat dan artikel ke kedua majalah tersebut, yang satu berisi contoh artikel fashion, dan satunya adalah surat ejekan untuk kepala editor majalah keuangan yang sudah membuatnya malu saat interview. Kedua surat tersebut tertukar, yang malah membuatnya diterima menjadi kolumnis di majalah keuangan dan dipuji oleh bosnya.
Filmnya bisa membuat karakter Rebecca lebih "likeable" dan "relatable" daripada bukunya. Di bukunya aku malah dibuat sebal oleh tingkah Rebecca yang denial tentang masalah hutangnya. Dalam film, Rebecca masih sering denial juga, tapi hal itu malah menunjukkan sisi komedi filmnya. Mungkin juga karena dalam film Rebecca masih berprestasi, yaitu tulisannya bagus dan viral (walaupun untuk alasan yang keliru). Dalam bukunya, Rebecca ini red flag. Aku heran dalam buku Luke bisa tertarik pada Rebecca. Tapi dalam buku Luke juga agak red flag karena kadang sering memberikan instruksi tanpa alasan yang jelas. Dalam film, Luke sedikit misterius karena ia tidak kepingin dianggap nepotisme ketika meniti karir.
Secara keseluruhan, aku suka filmnya. Lucu, ringan, dan menghibur. Aku pertama kali menontonnya di Disney+ dan sering menontonnya ulang ketika sedang butuh hiburan. The Girl in the Green Scarf memang nggak kaleng-kaleng.
Tentang Penulis:
Sophie Kinsella has sold over 40 million copies of her books in more than 60 countries, and she has been translated into over 40 languages.Sophie Kinsella first hit the UK bestseller lists in September 2000 with her first novel in the Shopaholic series – The Secret Dreamworld of a Shopaholic (also published as Confessions of a Shopaholic).
Sophie wrote her first novel under her real name, Madeleine Wickham, at the tender age of 24, whilst she was working as a financial journalist. The Tennis Party was immediately hailed as a success by critics and the public alike and became a top ten bestseller. She went on to publish six more novels as Madeleine Wickham: A Desirable Residence, Swimming Pool Sunday, The Gatecrasher, The Wedding Girl, Cocktails for Three and Sleeping Arrangements.
Sophie was born in London. She studied music at New College, Oxford, but after a year switched to Politics, Philosophy and Economics. She now lives in London, UK, with her husband and family.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar