E-book, English edition, 374 pages
Published April 2nd 2013 by HarperCollins
My rating: 4 of 5 stars
★★★★☆
Blurb:
ONCE UPON A TIME, A HISTORICAL ROMANCE AUTHOR CREATED A FAMILY…But not just any family. Eight brothers and sisters, assorted in-laws, sons and daughters, nieces and nephews, (not to mention an overweight corgi), plus an irrepressible matriarch who’s a match for any of them…These are the Bridgertons: less a family than a force of nature. Through eight bestselling novels, readers laughed, cried, and fell in love. But they wanted more. And so the readers asked the author… What happened next? Does Simon ever read his father’s letters? Do Francesca and Michael become parents? Who would win in a Pall Mall grudge match? Does “The End” really have to be the end?Now, with The Bridgertons: Happily Ever After, Julia Quinn delivers eight sexy, funny, and heartwarming “2nd epilogues,” plus a bonus story about none other than the wise and witty Violet Bridgerton herself. So get to know the Bridgertons all over again—because Happily Ever After is a whole lot of fun.
Review:
Light and lovely.Eh, kok malah kayak merk kosmetik ya? Hahaha...
Buku ini berisi 9 cerita pendek tentang kedelapan Bridgerton. Eh, sembilan Bridgerton sih, karena cerita terakhir berkisah tentang Violet Bridgerton, sang ibu delapan anak, dengan mendiang suaminya.
Sebetulnya di dalam bukunya bukan disebut cerita pendek, sih, tapi epilog kedua. Kok kedua? Iya, soalnya di akhir masing-masing buku lainnya udah ada epilognya. Ada cerita yang melankolis, seperti Daphne–Simon dan Francesca–Michael. Ada cerita yang lucunya keterlaluan, seperti kisah Anthony–Kate serta Colin–Penelope. Ada juga yang menegangkan dan agak sedih, seperti cerita Gregory–Lucy.
Beberapa cerita lain tidak fokus pada tokoh utama buku lainnya, tapi karakter yang ada di cerita buku tersebut, seperti anggota keluarga dekat dan perpanjangannya. Misalnya pada kisah Benedict–Sophie, yang malah menceritakan Posy, dan kisah yang menceritakan salah satu anak dari pasangan Eloise–Phillip (Amanda) dan Hyacinth–Gareth (Isabel).
Kalau dirangkum, sepertinya seri Bridgerton ini mengangkat kisah romansa dengan berbagai formula. Misalnya Daphne–Simon fokus utamanya adalah dendam masa lalu dan daddy issues. Kemudian Anthony–Kate mengunakan pakem enemies become lovers. Lalu, Benedict–Sophie adalah kisah klasik cinta pada pandangan pertama atau love at first sight. Colin–Penelope adalah friends become lovers atau cinta datang karena terbiasa. Eloise–Phillip dan Francesca–Michael sama-sama tentang cinta dan kesempatan kedua, namun bedanya yang pertama telah memiliki keluarga sebelumnya dan yang kedua adalah dilema keluarga tanpa anak. Hyacinth–Gareth ini lucunya memiliki formula yang tidak umum karena berkisah seputar petualangan pencarian harta karun di sela-sela kisah romansa mereka berdua. Sedangkan Gregory–Lucy seakan mengingatkan kalau jodoh sebenarnya lebih dekat dari yang diduga.
Walaupun hanya kumpulan epilog, tapi karakter dalam buku ini sungguh-sungguh bejibun. Mana banyak yang namanya sama pula. Anak-anak dari para pasangan tersebut banyak yang dinamai dengan nama keluarganya, seperti paman dan bibi mereka, orang tua dan ipar, saudara tiri, wuah, khas jaman dulu banget. Bayangkan kalau ada dua Daphne, yang satu Duchess of Hastings sedangkan yang lainnya masih anak-anak, lalu para anak tersebut bermain dengan saudara kandung dan sepupunya diawasi oleh paman dan bibinya. Bacanya jadi bingung, ini yang dimaksud Daphne yang mana. Terutama anak-anak Gregory yang dinamai dengan nama-nama saudaranya. Benar-benar klan Bridgerton yang ramai.
“My mother wasn’t precisely upset that I had said no to a season; she was rather fond of our life in the country, and heaven knows my father would not survive in town for more than a week. Mother called me unkind for saying so, but I believe that she secretly agreed with me—Father would get distracted by a plant in the park, and we’d never find him again. (He’s a bit distractable, my father.)” ––Amanda Crane
Aku ingin menaruh ruang khusus untuk cerita terakhir karena belum diceritakan dalam buku lainnya, yaitu tentang Violet Bridgerton, sang ibu dari "klan" tersebut. Kisah ini bittersweet karena meramu kehidupan Lord dan Lady Bridgerton sebelumnya yang menikah muda dan penuh cinta, serta kepahitan setelah ditinggal belahan jiwa. Bagaimana Violet membesarkan kedelapan anak tanpa sosok ayah, bagaimana ia melihat mereka tumbuh dewasa dan berkeluarga, dan mengetahuinya setelah membaca kisah para anak tersebut jadi bikin terharu. Kisah terakhir ini juga menjadi pembuka seri lain yang ditulis oleh penulis yang sama, yaitu kisah para Rokesby. Seingatku, aku pernah baca satu, tapi lupa, tentang salah satu saudara ipar Violet yang bernama Billie. Tapi nanti aku baca lagi deh (Eh, bukunya di device/apps mana ya? Dasar penimbun e-book 🤦♀️)
View all my reviews
Tentang penulis:
#1 New York Times bestselling author Julia Quinn loves to dispel the myth that smart women don't read (or write) romance, and and if you watch reruns of the game show The Weakest Link you might just catch her winning the $79,000 jackpot. She displayed a decided lack of knowledge about baseball, country music, and plush toys, but she is proud to say that she aced all things British and literary, answered all of her history and geography questions correctly, and knew that there was a Da Vinci long before there was a code.
A graduate of Harvard and Radcliffe Colleges, Ms. Quinn is one of only
sixteen members of Romance Writers of America’s Hall of Fame. Her books have
been translated into 32 languages, and she lives with her family in the
Pacific Northwest. The Bridgertons, her popular series of historical romance,
is currently in production by Shondaland as a Netflix original series starring
Julie Andrews, Phoebe Dynevor, and Rége-Jean Page.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar